Oleh
: Ninis Nofelia MPAF
Siang
kemarin aku pergi ke perpustakaan kampus. Skripsi mulai bertawaf di
kepala. “ummm… seminggu lagi kuliah sudah aktif, skripsi sudah diinput,
dan berbagai referensi seharusnya sudah di tangan”, pikirku nantinya kan
menemukan banyak buku referensi untuk mengerjakan skripsiku. Perpustakaan
nampak sepi, rasanya sama sepinya dengan buku yang aku cari. Mungkin karena
masih dalam nuansa liburan semester ini.
hanya satu yang bisa kutemukan. Kemana gerangan buku yang bisa kugunakan tuk acuan? Akhirnya kulanjutkan perjalanan mencari buku bacaan yang lain dengan harapan untuk bisa mengaktifkan diri untuk bisa menulis lagi. Terkadang memang memulai lagi itu terasa lebih berat. Hawa malas sering menerpa menjadi alibi untuk tidak berkarya. Aah.., betapa ruginya ... :(
hanya satu yang bisa kutemukan. Kemana gerangan buku yang bisa kugunakan tuk acuan? Akhirnya kulanjutkan perjalanan mencari buku bacaan yang lain dengan harapan untuk bisa mengaktifkan diri untuk bisa menulis lagi. Terkadang memang memulai lagi itu terasa lebih berat. Hawa malas sering menerpa menjadi alibi untuk tidak berkarya. Aah.., betapa ruginya ... :(
Akhirnya
di sudut sebuah rak, aku tergoda dengan sebuah buku berwarna merah cerah karya
Hernowo. Beliau adalah seorang Guru Bahasa dan Sastra Indonesia yang juga
bergerak di bidang penerbitan buku, pelatihan, dan jasa konsultasi di Mizan
Learning Center (MLC). Rasanya buku ini cukup menarik, dari warnanya dan
terlebih pada judulnya. “Mengikat Makna untuk Remaja”, itulah yang tertera pada
cover bukunya. Judul yang keren bagiku dan cukup membuat penasaran.
Mengikat
makna?? Kalimat itulah yang aku garis bawahi. Akupun jadi teringat perkataan salah
seorang sahabat nabi, yakni sayyidina Ali tentang anjuran beliau untuk mengikat
ilmu dengan menulis. Merasa tersindir, dan tak enak hati. Tahun baru ini satu
karyatulis-pun belum pernah aku torehkan. Jari-jari ini masih terasa kaku untuk
menulis seperti mengalami koma yang berkepanjangan. Aku membuka-buka lagi inbox
di HPku, kulihat pesan yang masih tersimpan dari ustadzah Hafsoh,
kucermati sambil manggut-manggut. “amh, memang benar. Kesempatan memang
banyak tapi selalu ada saja alasan yang menguatkan untuk tidak berkarya”. Badai
kemalasan menerjang. Entahlah… setiap kubuka laptop dan mulai memasang
jari-jari yang mempersiapkan diri untuk mencoba menikmati menari di atas
keyboard, lantunan pengiringnya seakan berhenti mendadak. Nyaris seakan pingsan
lagi dan tak sadarkan diri. Kalimat yang ku garis bawahi itu mendianogsa keadaanku bahwa berapa banyak
ilmu yang aku biarkan perlahan terlepas dari diriku. Astaghfirullohaladziim…
“Tolooong…..!!! aku ingin mengikatnya lagi.
Jangan pergi dariku…!” aku berharap setelah mengkonsumsi buku itu, penyakit ini
akan terobati.
“Tulislah
apapun, meski hanya satu kalimat…” begitulah kira-kira yang pernah ustad
Halimi katakan beberapa bulan yang lalu. Terimakasih ustad atas
motivasinya. Ingin menulis lagi. Ingin berkarya lagi. Kuakui memang semangat
suka datang dan pergi tanpa permisi. Teringat ustad Aunul dahulu di Ma’had
Sunan Ampel Al-Aly, ba’da subuh, sekitar 1,5 tahun yang lalu, beliau mengatakan
bahwa yang terpenting adalah melatih diri untuk selalu istiqomah dalam
beribadah apapun meskipun hanya sedikit, karena nantinya itulah kebiasaan yang akan
menjadi warna dalam hidup kita yang insyaallah menjadi wasilah untuk meraih khusnul khotimah .
Terimaksih ustad, atas nasehat itu untuk kami. Semoga Allah menganugerahi
taufik dan pertolongan-Nya dan kita semua bisa melaksanakan keistiqomahan itu,
dalam hal baik apapun itu.
Malang, 10 Februari
2014
PP. Darunnun, Perumahan
Bukit Cemara Tidar blok F3/4, Karangbesuki-Malang.
0 komentar:
Posting Komentar